Mengenang Kembali, Catatan Yusril Ihza Mahendra Tentang TGB


Tiga hari yang lalu saya menelpon Tuan Guru Bajang –panggilan akrab untuk Saudara Zainul Majdi— anggota DPR-RI dari PBB yang kami calonkan menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia maju bersama calon wakilnya Badrul Munir — seorang birokrat daerah — yang didukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS). “Bagaimana keadaannya Tuan Guru” kata saya. Beliau menjawab “Alhamdulillah Bang, berkat doa dan bantuan Abang, sampai saat ini suara yang mendukung telah mencapai 36 persen”. Tuan Guru tak ingin mengatakan bahwa dia telah memenangkan pemilihan Gubernur NTB. Kata-katanya halus seperti itu, karena pembawaannya yang memang rendah hati dan bersahaja.

Tuan Guru adalah sebutan di kalangan masyarakat Sasak di Pulau Lombok untuk seorang ulama. Kira-kira sama seperti Kiyai di Jawa atau Buya di Sumatera Barat. Bajang adalah sebutan bagi seorang yang masih tergolong muda usianya. Jadi, Zainul Majdi dipanggil Tuan Guru Bajang karena dia sudah dianggap sebagai seorang ulama dalam usia yang masih muda. Usianya kini baru 36 tahun. Dia mendapat gelar sarjana dan master dari Universitas Al Azhar di Kairo dan sekarang sedang sedang menyusun disertasi untuk meraih gelar Doktor. Kalau Tuan Guru Bajang nanti telah disahkan oleh Presiden menjadi Gubernur NTB, maka praktis dia akan menjadi gubernur termuda di tanah air. Saya senang dengan Tuan Guru, karena kepribadiannya yang bersahaja itu. Dia mengenakan pakaian seadanya. Seringkali saya bertemu dengannya hanya memakai jubah putih atau memakai kain sarung belaka dan hanya memakai sendal sederhana.

Di tahun 2004 saya berbicara serius dengan Tuan Guru agar dia bersedia menjadi anggota DPR RI mewakili NTB. Alhamdulillah Tuan Guru bersedia. Dua tahun yang lalu, Tuan Guru ngobrol dengan saya mengenai kepemimpinan daerah di NTB. Tuan Guru bercerita, ada yang menawarinya menjadi Wakil Gubernur. Saya katakan padanya, mengapa bukan Tuan Guru sendiri yang maju ke pencalonan gubernur? Tuan Guru hanya tertawa dan mengatakan “saya kurang pengalaman Bang”. Saya katakan “pengalaman bisa dicari. Ilmu bisa didapatkan. Kami semua akan membantu Tuan Guru”. Lalu dia berkata “wah, kalau begitu saya perlu minta fatwa Ketua Majelis Syuro”. Saya katakan, karena saya Ketua Majelis Syuro itu, maka fatwanya saya keluarkan sekarang, Tuan Guru maju saja ke pencalonan. Kami akan dukung beramai-ramai”. Tuan Guru nampak tercengang. Di wajahnya nampak perasaan ragu-ragu. Saya katakan padanya “Bismillah saja Tuan Guru. Jangan ragu-ragu”.

Agak jarang saya bertemu Tuan Guru karena kesibukan kami masing-masing. Suatu ketika, tanggal 1 Muharram yang lalu, Tuan Guru menelpon saya mengajak saya datang ke Mataram. Dengan suka cita saya memenuhi ajakannya. PBB dan Nahdatul Wathan sama-sama punya hajatan menyelenggarakan tabligh akbar menyambut 1 Muharram. Dalam pidato saya dihadapan sekitar tujuh puluh ribu orang yang hadir, saya katakan bahwa PBB akan mencalonkan Tuan Guru Bajang menjadi Gubernur NTB. Saya mohon Keluarga Besar Bulan Bintang NTB mendukungnya. Mereka yang hadir sama-sama meneriakkan takbir. Sejak itu, Tuan Guru dan timnya sibuk melakukan pendekatan ke sana ke mari. Akhirnya PBB berkoalisi dengan PKS mencalonkan pasangan gubernur/wakil gubernur menghadapi calon yang didukung partai-partai lain: Golkar, PDIP, PPP, PAN dan beberapa partai lain.

Kampanye pasangan Tuan Guru Bajang dan Badrul Munir mendapat sambutan antusias masyarakat NTB. Dua minggu yang lalu, saya dengan Hamdan Zulfa datang ke Mataram untuk berkampanye. Para tokoh PKS, Dr. Hidayat Nurwahid dan Ir. Tifatul Sembiring juga hadir. Kami tampil di panggung untuk berpidato. Hidayat Nurwahid yang kini menjadi Ketua MPR, tidak berpidato. Saya sekali lagi mengajak hadirin kaum Muslimin untuk mendukung pasangan ini. Saya juga mengajak Umat Hindu NTB mendukung keduanya. Saya juga menegaskan bahwa kerjasama PBB dan PKS dalam pencalonan ini, harus dilanjutkan terus di masa-masa yang akan datang. PBB dan PKS adalah dua partai Islam yang mempunyai asas dan cita-cita yang sama. Kampanye terus berlanjut di seluruh pelosok NTB, sampai akhirnya pemilihan gubernur dan wakil gubernur itu berlangsung tanggal 7 Juli 2008.

Tuan Guru Bajang adalah gubernur keempat yang berasal dari PBB. Sebelumnya telah ada gubenur Bangka Belitung, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Anggota PBB juga akan maju dalam pemilihan Gubernur Riau dalam waktu yang tak terlalu lama. Di tempat-tempat lain, PBB berkoalisi dengan partai-partai lain mencalonkan pasangan gubernur dan wakil gubernur, tetapi mereka bukan anggota PBB. Fenomena ini bagi saya cukup menarik. PBB yang kecil suaranya dalam Pemilu DPR dan DPRD, namun dapat memenangi pencalonan gubernur di beberapa daerah, serta belasan bupati dan walikota. Dalam Pilpres 2004, SBY-JK sebenarnya awalnya hanya dicalonkan oleh tiga partai saja, yakni Partai Demokrat, PBB dan PKPI. Partai-partai lain yang kini beberapa menterinya di kabinet, baru bergabung mendukung SBY-JK di putaran kedua, setelah calon mereka kalah di putaran pertama. JK sendiri yang kemudian menjadi Ketua Umum Golkar, pada waktu itu sedang diskors dari keanggotaan partai itu.

Dalam setahun terakhir ini saya banyak turun ke daerah-daerah sampai ke kabupaten-kabupaten. Di Jakarta, saya mulai masuk kampung ke luar kampung untuk sosialisasi PBB. Saya ingin memperkuat posisi PBB sampai ke lapisan masyarakat yang paling bawah, agar cita-cita, program perjuangan dan perhatian PBB kepada rakyat, bangsa dan negara, dapat diketahui seluas-luasnya oleh masyarakat. Dalam Pemilu 2004, sebenarnya jumlah pemilih PBB meningkat tajam dibanding dengan Pemilu 1999. Namun sistem Pemilu kita berubah dengan keberadaan Dapil-Dapil, sehingga perlolehan kursi di DPR RI menjadi berkurang. Nomor Urut PBB dalam Pemilu, yakni Nomor 3 yang ada pada halaman depan surat suara, rupanya juga kurang menguntungkan. Di Jakarta saja, lebih 40.000 suara pemilih PBB dinyatakan tidak sah, karena pemilih enggan membuka kertas suara yang lebar itu. Mereka coblos saja gambar PBB yang ada di depan dan tembus ke belakang, sehingga suara menjadi tidak sah. Kini dengan nomor urut 27 dalam Pemilu 2009, mudah-mudahan kesalahan mencoblos — tetapi kini tidak nyoblos lagi karena sudah menggunakan ballpoint atau spidol — tidak terjadi lagi.

PBB kini tengah melakukan konsolidasi memperkuat posisi partai, di tengah 34 partai yang akan ikut Pemilu 2009. Kekalahan PBB dalam dua kali pemilu sebelumnya menjadi bahan pelajaran berharga bagi saya untuk memperkuat partai. Saya tak menyalahkan siapa-siapa jika dukungan terhadap PBB masih kecil. Saya harus melakukan introspeksi atas kelemahan-kelemahan internal partai yang memang terus-menerus kami benahi. PBB harus masuk ke kampung-kampung dan desa-desa agar partai ini lebih dikenal rakyat. Infrastruktur partai sebenarnya telah terbentuk sampai ke kecamatan di seluruh tanah air. Namun infrastruktur itu belum bekerja optimal. SDM kepemimpinan partai di segala lini harus diperkuat.

Walaupun perjuangan ini terasa berat, namun saya menyerukan kepada segenap jajaran pengurus PBB untuk giat bekerja, walau saya tahu, mereka harus bekerja dengan modal seadanya. Dari segi pendanaan, PBB memang tidak ada apa-apanya. Meskipun demikian, semangat harus terus menyala, militansi perjuangan tidak boleh berkurang. Kemenangan Tuan Guru di NTB hendaknya membangkitkan semangat seluruh jajaran partai agar meneruskan perjuangan. Kita belum mati. Potensi kita masih ada dan cukup besar. Semuanya tergantung kepada kita sendiri, bagaimana mendayagunakan potensi itu. Insya Allah!

Wallahu’alam bissawwab

1 komentar:

  1. Klarifikasi sebagaimana diberitakan dan dimuat di Youtube itu bukan pada substansi yang sebenarnya, apalagi sudah ada framing “para Tuan Guru NU yang mendatangi”.

    Merasa para kiai NU di NTB dimanfaatkan oleh media yang baru diregistrasikan di Jogjacamp pada 3 Mei 2017 itu, aktivis muda NU menyebutframing pemberitaan situs abal-abal sebagai suul adab.

    “Astaghfirullah. Dalam keterangan gambar TGH Turmudzi sowan ke pendopo Gubernur. Siapa yang sangat suul adab menyetting ini. Presiden Jokowi saja sowan ke al-Mukarrom TGH Turmudzi,” ujar Ustadz T.R dalam sebuah diskusi terbatas, Ahad (08/04/2018).

    “Masa kiai/ulama sepuh diberitakan seperti itu?” Ujar AM, yang menangapi respon T.R, tidak terima framing media belum genap berusia satu tahun itu.

    Selengkapnya: TGB Zainul Majdi yang "Habisi" Orang-Orang NU, Bukan Cerita Baru di NTB

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.